Cerpen: Mengajar Tanpa Ruang Kelas

Seorang pria tak menunggu kesempatan, ia menciptakannya. Sebuah kisah guru dari hati, hanya di Rascita.com
Hari itu adalah momen yang tak terlupakan bagi Asra. Setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan di Fakultas Keguruan, akhirnya ia diwisuda dengan toga kebanggaan.

Ibunya tak henti-hentinya meneteskan air mata haru, sementara ayahnya menepuk bahunya dengan bangga. Asra berpikir, ini adalah awal dari hidupnya sebagai seorang guru yang ia impikan sejak kecil.

Namun, kenyataan tak seindah yang ia bayangkan. Sudah enam bulan sejak ia mengajukan diri untuk menjadi guru magang ke berbagai sekolah, baik negeri maupun swasta, namun tak ada satu pun yang memberikan kabar baik.

Hari demi hari, ia hanya bisa duduk di kamar, memandangi sertifikat kelulusannya yang kini tampak seperti benda tak berguna.

"Kenapa susah sekali, Bu?" keluhnya suatu malam.
"Aku pikir menjadi guru itu mulia. Tapi kenapa aku tidak bisa mendapat kesempatan?"

Ibunya tersenyum, meski gurat kekhawatiran jelas terlihat di wajahnya.

"Kesempatan itu tidak datang sendiri, Nak. Kadang, kita harus menciptakannya."

Asra hanya mengangguk, meski hatinya belum sepenuhnya mengerti apa yang dimaksud ibunya.

Suatu sore, ketika ia sedang duduk di halaman rumah, pandangannya tertuju pada sekelompok anak kecil yang bermain di jalanan.

Mereka berlari ke sana kemari, tertawa riang, tetapi tidak ada yang mengawasi atau mengarahkan mereka.

Asra mencoba bergabung bermain bersama mereka, dan mulai berbincang dengan seorang anak.

Asra: "Wandi, kamu sudah besar ya, kelas berapa kamu saat ini?"

Wandi: "Kelas 5, bang."

Asra: "Wah, tidak terasa ya, kamu sudah mau masuk SMP. Apakah kamu sudah bisa membaca?"

Wandi: "Belum lancar bang."

Kaget mendengar jawaban anak tetangganya itu, Asra langsung mengetes anak itu.

Asra: "Anak-anak, coba baca tulisan yang ada di bungkus snack ini. Kalau ada yang bisa, aku kasih hadiah kecil, ya!"

Mereka semua mulai memeriksa tulisan di bungkus snack itu dengan penuh semangat, saling membantu satu sama lain.

Dan hasilnya, wow. Sebagian dari mereka bahkan tampak belum bisa membaca, terlihat dari cara mereka saling mengejek karena salah dalam mengeja kalimat. 

Hati Asra tergerak. "Bukankah aku seorang guru? Apa gunanya ilmu yang kupelajari kalau aku hanya duduk di rumah?" gumamnya pada diri sendiri.

Esok harinya, Asra membawa papan tulis kecil dan beberapa buku bekas ke halaman rumah. Dia pun mulai mengundang anak-anak sekitar dengan suara lembut, "Ayo, siapa yang mau belajar bersama? Di sini seru, kok!"

Awalnya hanya tiga atau empat anak yang mau datang, tetapi hari demi hari jumlahnya bertambah. Ia mengajari mereka membaca, berhitung, bahkan memberi mereka permainan edukasi.

"Bang Asra, ajarin aku nulis, dong!" seru seorang anak.
"Mas, aku nggak ngerti cara ngitung ini!" sahut yang lain.

Melihat anak-anak yang mulai memahami, Asra merasa ada kehangatan dalam hatinya. Semangat yang sempat hilang kini kembali menyala.

Berita tentang "kelas gratis" Asra menyebar dengan cepat. Beberapa orang tua mulai datang, mengucapkan terima kasih karena anak-anak mereka kini bisa membaca dengan lancar. Bahkan, seorang kepala sekolah di desa sebelah datang untuk mengamati kegiatan Asra.

"Saya sangat terkesan dengan dedikasi Anda," kata kepala sekolah itu. "Kami membutuhkan guru seperti Anda di sekolah kami. Jika Anda bersedia, saya ingin Anda bergabung dengan kami."

Asra terdiam sejenak, meresapi kata-kata itu. Akhirnya, ia mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Ia sadar, menjadi guru bukan tentang di mana ia mengajar, tetapi bagaimana ia menginspirasi dan memberikan ilmu kepada orang lain.

Kini, ia tak hanya mengajar di sekolah, tetapi tetap melanjutkan kelas kecilnya di rumah. Baginya, mengajar adalah panggilan jiwa yang tak terbatas oleh ruang dan waktu.***


Penulis: Wildan Hamza  |  Bau-Bau, 29/12/2024
Sumber: karangan Penulis


Ingin mendapatkan informasi terbaru seputar cerpen karya Wildan Bolder?
Silahkan ikuti saluran Whatsapp kami dengan menekan link di bawah ini 👇





Hai Sobat Bolder, Rascita berfokus pada cerita-cerita yang memiliki rasa penuh emosi tentang kehidupan, cinta, dan harapan melalui kata-kata. Website ini di persembahkan oleh Wildan Bolder Group