Cerpen: Bayangan Film Horror

#horor #cerpen #kisahislami
 
Azan berkumandang adalah momen yang paling di tunggu oleh Tias. Berwudhu segera ia lakukan, membasuh tangan dan wajah adalah kesegaran yang ia selalu rasakan. Gadis berusia 20 tahun itu menilai bahwa, dengan sholat ia bisa merasakan kedamaian setelah seharian disibukkan oleh urusan duniawi. Setiap gerakan dalam salatnya terasa seperti detik-detik suci yang menghubungkannya dengan Tuhan. Karena Tias seorang wanita, maka ia lebih sering melaksanakan solat di kamarnya. Dia tidak pernah ragu, dan tidak pernah takut, hingga malam itu. 

Malam itu, Tias memutuskan untuk menonton sebuah film horor yang baru saja dirilis. Film yang katanya mencekam, dengan plot yang berpusat pada gangguan hantu di sebuah tempat ibadah. Di antara ketegangan, ada satu adegan yang membuat Tias tertegun. Adegan dimana seorang wanita sedang solat di kamarnya, namun di belakangnya, banyak sosok berpakaian putih berdiri, berpura-pura menjadi makmum. Tanpa suara, mereka mengikuti setiap gerakan solat, hingga akhirnya mengganggu dengan cara yang sangat mengerikan. Tias merasa bulu kuduknya meremang, tetapi dia mencoba mengabaikannya, berpikir bahwa itu hanya fiksi.

Namun, sejak malam itu, ketenangan dalam hatinya mulai terganggu. Setiap kali hendak memakai mukenahnya, Tias merasa ada yang aneh. Seperti ada mata yang mengawasi. Pikirannya kembali ke adegan film itu, ketika hantu-hantu itu mengganggu ibadah. Tias berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanya imajinasi. Tetapi ketakutannya semakin besar setiap kali dia memulai salat.

Pada suatu malam, saat ia sedang melaksanakan salat subuh di kamarnya, suara langkah kaki terdengar jelas di belakangnya. Tias menoleh, tetapi tidak ada siapa-siapa. Hatinya berdebar kencang. Dia mencoba melanjutkan solatnya, namun perasaan aneh itu semakin menguat. Ada yang mengikuti setiap gerakannya, seperti sosok-sosok dalam film itu. Tanpa bisa menahan, Tias membuka mata dan menoleh ke belakang sekali lagi. Kosong. Namun, perasaan takut itu tetap ada, seperti bayangan yang mengintainya.

Kecemasannya ia ceritakan pada orang rumah, orang tuanya berkata, bahwa itu adalah ujian atas hidayah yang selama ini dia dapatkan. Tias mencoba beribadah seperti biasa, namun ketakutannya tetap hadir. Setiap kali dia menutup mata untuk rukuk, ada suara seperti bisikan yang terdengar dekat di telinganya. Ketika ia bangkit dari sujud, telinganya terasa panas, seolah ada orang selain dia di belakangnya. Tias berusaha menguatkan dirinya, tetapi semakin lama, semakin jelas ketakutan itu menguasai pikirannya.

Suatu malam, saat azan subuh berkumandang, Tias bangun dan duduk di sudut kamarnya. Mukena yang biasanya ia pakai untuk solat terlipat rapi di pangkuannya. Dia menghayati suara azan yang mengajaknya untuk beribadah, tetapi hatinya terasa kosong. Di dalam pikirannya, bayangan-bayangan dari film itu akan kembali muncul. Hantu-hantu yang berpura-pura menjadi makmum, menunggu untuk mengganggu setiap gerakan salatnya. Ketakutannya semakin menguasai, dan ia merasa terperangkap dalam bayangannya sendiri.

Saat itu, Tias menatap langit-langit kamarnya, membiarkan udara subuh yang sejuk menyentuh kulitnya, dan perlahan mengingat kembali setiap doa yang selama ini dia panjatkan dengan penuh keyakinan. Tias menyadari bahwa ketakutannya bukan hanya berasal dari film yang ia tonton, tetapi dari pikiran dan perasaan yang dia biarkan berkembang tanpa kontrol. Ia teringat bagaimana selama ini, solat bukan hanya sekedar kewajiban, tetapi juga penghubung hatinya dengan Sang Pencipta, sebuah momen kedamaian yang selalu dia rindukan.

Dengan tekad yang kuat, Tias berkata dalam hati, "Aku tidak akan membiarkan ketakutanku menghalangi ibadahkuAku tidak akan membiarkan bayangan itu menguasai hatiku." Dia memulai dengan berdoa, memohon perlindungan, dengan penuh kesungguhan. Dalam doanya, ia menyerahkan semua kekhawatiran dan ketakutannya kepada Tuhan. Ia melangkah perlahan untuk mengenakan mukena dan menghadap kiblat.

Ketika ia mulai melakukan takbir, hatinya terasa lebih tenang. Setiap gerakan salat terasa lebih ringan, lebih penuh rasa syukur, dan meskipun bayangan-bayangan itu sempat datang kembali, Tias tahu, selama dia tetap berfokus dan mengandalkan doa, ia bisa menghadapinya.

Dan pada akhirnya, Tias berhasil menyelesaikan salatnya dengan khusyuk, seakan setiap gerakan dan doa membawanya semakin dekat dengan kedamaian yang telah lama hilang. Ia tahu, inilah langkah pertama untuk mengatasi rasa takut yang terus menghantui. Seperti doa yang selalu dia panjatkan, Tias tahu bahwa ketenangan sejati hanya bisa ditemukan melalui keimanan dan keberanian untuk menghadapi ketakutan.

Di luar sana, mungkin ada orang yang merasa puas setelah membuat film horor dengan tema agama, tanpa memikirkan apa yang bisa ditinggalkan di pikiran penontonnya. Tanpa menyadari bahwa hiburan bisa meninggalkan bekas yang jauh lebih dalam dari sekadar ketegangan sementara. Mungkin, mereka tidak tahu bahwa sebuah kisah menakutkan bisa merusak kedamaian yang sudah lama dibangun dalam diri seseorang.***


Penulis: Walinda Niati Putri | Lambusango, 04/01/2025
Sumber: Karangan Penulis


Ingin mendapatkan informasi sastra terbaru dari Rascita? 
Silahkan ikuti Media Sosial kami dengan menekan Link di bawah ini 👇




Hai Sobat Bolder, Rascita berfokus pada cerita-cerita yang memiliki rasa penuh emosi tentang kehidupan, cinta, dan harapan melalui kata-kata. Website ini di persembahkan oleh Wildan Bolder Group