Cerpen: Mentor Yang Dilupakan

#cerpen #perjuangan #bisnis #jasaseseorang

Pria ia itu duduk di sudut ruangan dengan kepala menatap langit-langit. Tumpukan berkas tagihan di meja kerjanya terasa seperti monster yang menertawakannya tanpa henti. Ia mengingat masa kejayaannya, saat lemari-lemari mebelnya diperebutkan banyak pelanggan. Kini, semua tinggalah kenangan.

Pemuda itu bernama Rian, yang hidupnya berubah drastis setelah mengalami kebangkrutan dalam bisnis mebel yang dirintisnya. Ia harus menjual seluruh asetnya untuk melunasi utang. Dalam keadaan keputusasaan, ia bertemu dengan Bagas, seorang pengusaha senior yang memiliki pengalaman panjang dalam dunia perdagangan mebel.

Bagas melihat potensi dalam diri Rian dan menawarkan bimbingan tanpa meminta imbalan. “Kegagalan itu wajarRianTapi yang membedakan orang biasa dan orang hebat adalah keberanian untuk bangkitAku percaya kamu punya itudan jika kamu mau belajar dan bekerja keras, aku yakin kamu bisa bangkit,” ujar Bagas.
Aku sudah kehilangan segalanyaPak BagasBahkan gaji para pekerjaku masih tertunggakApa gunanya mencoba lagi kalau akhirnya tetap gagal?” jawab Rian, matanya penuh dengan rasa putus asa. Ia kecewa terhadap dirinya sendiri, karena merasa kurang lincah dalam memainkan bisnisnya. 

Bagas adalah seorang sahabat yang mendukung Rian saat ia merasa ragu akan kemampuannya sendiri. Di bawah bimbingan Bagas, Rian di ajari tentang manajemen keuangan, strategi pemasaran, hingga teknik negosiasi dengan klien. Bagas mengenal Rian karena mereka pernah sekelas semasa SMA.

Dalam waktu lima tahun, usaha Rian kembali bangkit. Ia bahkan berhasil membuka cabang baru di berbagai kota besar. Nama Rian mulai dikenal sebagai pengusaha muda yang sukses di bidang mebel.
Namun, kesuksesan itu membawa perubahan dalam dirinya. Rian mulai sibuk dengan urusan bisnisnya sendiri dan perlahan melupakan Bagas. Undangan bertemu dari Bagas sering ia abaikan, dengan alasan kesibukannya yang tak dapat ia tinggalkan. Begitu pula dengan panggilan telepon yang jarang ia balas.

Suatu hari, Bagas menghadiri pertemuan bisnis yang juga dihadiri oleh Rian. Dalam forum itu, Rian tampak bersemangat menceritakan kisah suksesnya, tetapi sama sekali tidak menyebut nama Bagas sebagai orang yang membantunya bangkit. Bagas hanya tersenyum getir dari sudut ruangan, merasa dirinya tidak lagi dihargai.

Ketika pertemuan selesai, Bagas menghampiri Rian. “Rianapa kabarAku senang melihatmu suksesIngatlahjangan pernah lupakan perjalananmu dan siapa saja yang pernah membantumu.” ujar Bagas dengan nada tenang. Rian hanya mengangguk sambil tersenyum, tetapi kata-kata Bagas tidak pernah benar-benar ia pikirkan. Ia hanya berfoto dengan sahabat lamanya itu, tanpa memperdulikan nasehat dari Bagas. 

Waktu berlalu, dan bisnis Rian mulai menghadapi tantangan besar. Sebuah proyek pengadaan meja dan kursi untuk salah satu kampus ternama gagal total, di akibatkan oleh gagalnya toko mebel Rian untuk menyediakan meja dan kursi yang minimalis buat kampus tersebut, yang menyebabkan protes dari pihak kampus, karena barang yang datang tidak sesuai dengan harapan.

Kasus tersebut membuat mebel Rian kehilangan banyak kepercayaan dari kliennya. Dalam waktu singkat pemasaran mebelnya sepi. Rian kebingungan, ia menyadari bahwa ia membutuhkan nasihat dari seseorang yang lebih berpengalaman. Ia mencoba mencari Bagas, tetapi Bagas tidak di temukannya.

Rian akhirnya mendengar kabar bahwa Bagas telah meninggal dunia beberapa bulan sebelumnya, karena kecelakaan. Penyesalan mendalam menghantam Rian, tetapi semua sudah terlambat. Ia sadar bahwa kesuksesan yang pernah ia raih tidak akan tercapai tanpa bantuan Bagas, tetapi ia tidak pernah benar-benar menunjukkan rasa terima kasihnya.

Di sudut ruang kerjanya, Rian menemukan buku catatan tua milik Bagas yang pernah diberikan kepadanya. Di halaman pertama, tertulis:  ‘kesuksesan adalah milik mereka yang tidak melupakan jasa seseorang.’
Tulisan itu menghentak hatinya. Dengan mata berkaca-kaca, ia berjanji untuk menjadi seseorang yang tidak melupakan kebaikan, sebagaimana Bagas pernah mengajarkannya.

Rian berjanji untuk memperbaiki kesalahannya dengan memperhatikan amanah orang lain yang, telah orang titipkan padanya, sebagaimana pesan-pesan yang pernah Bagas sampaikan kepadanya. Namun, kenangan tentang Bagas menjadi pengingat abadi. Baginya, sebuah luka yang mengajarkan arti syukur dan penghargaan.***



Penulis: Wildan Hamza     |     Raha, 05/01/2025
Sumber: Karangan Penulis



Ingin mendapatkan informasi sastra terbaru dari Rascita? 
Silahkan ikuti Media Sosial kami dengan menekan Link di bawah ini 👇
Hai Sobat Bolder, Rascita berfokus pada cerita-cerita yang memiliki rasa penuh emosi tentang kehidupan, cinta, dan harapan melalui kata-kata. Website ini di persembahkan oleh Wildan Bolder Group